1. Home
  2. Teknologi

Teknologi Sensor Keringat: Smartwatch yang Bisa Cegah Kram dan Dehidrasi

Ilmuwan di Cina kembangkan smartwatch dengan sensor keringat yang bisa memantau kadar elektrolit tubuh seperti natrium, kalium, dan kalsium secara real-time dan

Huawei Watch Fit 3
Huawei

INFONA.id - Perkembangan teknologi wearable kembali mencatat lompatan signifikan. Ilmuwan dari Hefei Institutes of Physical Science, Chinese Academy of Sciences mengembangkan jam tangan pintar dengan kemampuan memantau kadar ion elektrolit dalam tubuh secara real-time dan non-invasif, hanya melalui keringat.

Jika selama ini smartwatch terbatas pada pemantauan detak jantung, langkah kaki, atau saturasi oksigen, teknologi terbaru ini membuka era baru dalam pemantauan kesehatan pribadi.

Sensor Keringat: Deteksi Kalium, Natrium, dan Kalsium Sekaligus

Keringat ternyata menyimpan informasi penting soal kondisi tubuh, khususnya terkait elektrolit seperti kalium (K⁺), natrium (Na⁺), dan kalsium (Ca²⁺). Ketiga ion ini sangat penting untuk fungsi otot, saraf, hingga kestabilan jantung.

Smartwatch inovatif ini bekerja dengan mengumpulkan keringat secara langsung dari kulit, lalu menganalisis kandungan ion menggunakan chip sensor dengan membran sensitif khusus. Uniknya, ada tiga saluran berbeda untuk mengukur kadar ion secara simultan, menjadikan proses deteksi cepat dan efisien.

Teknologi Sensor: Akurat dan Tahan Lama

Keunggulan utama jam tangan ini terletak pada akurasi dan ketahanan sensornya. Perangkat menggunakan material karbon berpori yang dilapisi graphene oksida tereduksi, menciptakan struktur antarmuka solid contact (SC) yang stabil.

Sensor mampu digunakan secara konsisten selama lebih dari enam bulan, jauh melampaui masa pakai sensor wearable pada umumnya. Tingkat akurasi perangkat juga sangat tinggi, dengan hasil pengukuran kadar ion yang memiliki kecocokan hingga 95% dibanding metode laboratorium standar.

Manfaat Nyata: Atlet hingga Pengguna Umum

Teknologi ini tak hanya bermanfaat untuk kalangan medis, tetapi juga sangat berguna bagi atlet dan pengguna aktif. Dalam uji coba pada pelari jarak jauh, perangkat mampu mendeteksi gejala kekurangan elektrolit secara dini. Dengan adanya notifikasi real-time, pengguna dapat segera mengonsumsi cairan isotonik untuk mencegah kram atau kelelahan berlebihan.

Bagi pengguna umum, perangkat ini menawarkan cara memantau keseimbangan tubuh tanpa jarum suntik atau pemeriksaan laboratorium. Hal ini membuka akses pemantauan kesehatan yang lebih praktis dan nyaman.

“Ketika terjadi abnormalitas elektrolit, perangkat akan segera mengingatkan pengguna untuk melakukan suplementasi,” jelas Cai Xin, peneliti utama dalam proyek ini.

Tantangan dan Masa Depan Teknologi Wearable

Meski membawa terobosan besar, smartwatch ini masih memiliki kekurangan dari sisi desain. Ukurannya relatif besar dan terasa berat jika dibandingkan smartwatch konvensional, yang bisa mengurangi kenyamanan pemakaian jangka panjang.

Namun, tim peneliti optimis bahwa dalam lima tahun ke depan, teknologi ini dapat dikemas dalam bentuk lebih ringkas dan siap diproduksi massal. Selain itu, pengembangan berikutnya juga menargetkan pemantauan biomarker tambahan seperti glukosa dan ion klorida, membuka jalan menuju wearable health yang lebih komprehensif.

Inovasi smartwatch dengan sensor keringat berbasis elektrolit ini bukan sekadar gimmick, melainkan langkah nyata menuju pemantauan kesehatan non-invasif yang cerdas dan personal. Dengan kemampuan mendeteksi kadar ion tubuh secara real-time, teknologi ini berpotensi menjadi game changer dalam dunia wearable health dan alat penting bagi siapa pun yang peduli dengan keseimbangan tubuh mereka.

Penulis: Admin

Editor: Tim infona.id